Aku tak suka kopi, tapi aku punya
banyak waktu menemanimu meneguk secangkir kopi. Mungkin bukan secangkir lagi
namun beberapa. Sayangnya kesempatan itu tak pernah terwujud.
Kita selalu dipertemukan dalam
suasana yang berbeda. Mungkin aku menyebutnya berkesan dan romantis, bukan
munafik atau apa tetapi memang benar adanya. Kala waktu mempertemukan, bukan
kopi yang kamu tulis dalam menu pesanan. Dark
Chocolate menjadi pilihanmu atas alasanmu karena aku waktu itu mampu
mengisi malammu menjadi indah tak seperti malam biasanya. Lalu pada waktu
berikutnya smooties dan juice menjadi pilihanmu atas alasanmu
membutuhkan healty drink, ya ini bisa
diterima karena memang kamu perlu menjaga kondisimu yang tak pernah
mengkonsumsi buah dan sayur.
Hari demi hari terlewati tanpa
terhitung jari dan kita masih bercerita tentang filosopi kopi. Betapa irinya
aku inginkan menjadi kopi karena ialah minuman favoritmu. Tak ada tapi tetap
kamu cari. Tidak kamu teguk hari ini namun kamu ganti esok hari. Bahkan sehari tak
hanya menemanimu cuma sekali, bisa dua, tiga kali.
Kopi yang mampu mengatasi
pusingmu hari ini. Kopi yang mampu mengatasi penatmu hari ini. Kopi yang mampu
mengubah moodmu hari ini. Kopi yang
mampu menjernihkan kembali fikiranmu. Kopi yang menghilangkan rasa kantukmu
hari ini. Entah benar maupun hanya sugesti tetap saja istimewa disini. Walau
tidak ada namun tetap kamu butuhkkan. Walau pahit namun selalu mampu merubah
duniamu. Mungkin tak semua orang menikmatinya sama, tetapi aku yakin mereka
memiliki kadar kenikmatan masing-masing.
Tak hanya aku, tetapi kita selalu
punya banyak waktu. Dan aku selalu inginkan kesempatan itu walaupun tak pernah
terfikirkan olehmu. Sayangnya tak ada harapan lebih, karena kamu tlah
menghilang dari pandanganku. Dan kesempatan itu tak pernah ada, tak pernah
terwujud sampai saat ini. Waktuku habis hanya untuk menunggumu. Lalu aku
bertanya, apakah kisahku kamu nikmati sebagai dark chocolate atau coffee?