Tiba-tiba saja
angin berhembus kencang. Dau-daun berjatuhan beterbangan tersapu angin. Suhu
disini semakin turun. Matahari pun bersembunyi dibalik awan mendung.
Orang-orang mulai bergegas pergi berlindung. Suasana seperti ini begitu banyak
ditafsirkan, seperti ramai menjadi sunyi atau sebaliknya. Entah bagaimana aku
sendiri belum benar-benar mampu menikmati hujan. Tetesan-tetesan air mulai
jatuh menyentuh dasar bumi. Aroma tanah basah mulai merasuk.
Terdengar
bisikan, hujan selalu membawa rejeki, membawa kedamaian bagi petani , namun ada
kalanya hujan membawa rugi. Terdengar bisikan, hujan itu indah membawa gembira
dan manusia menikmatinya menari-nari dalam rintisannya. Terdengar bisikan,
hujan ialah anugrah namun juga membawa derita.
Merindukan
hujan? Omong kosong! Kenyataannya hanya menikmatinya dibalik jendela. Hari ini
hujan kembali turun. Sadar dan sangat sadar hujan mampu datang kembali namun
yang telah pergi tak akan pernah datang kembali. Hari ini hujan kembali turun
beserta suara gemerciknya menyentuh bumi. Mengulang kenangan masa lalu yang tak
terlupakan atau hanya sekedar mengingat siapa yang tahu. Hujan pernah menahan
diri disini, hujan pernah menjadi saksi atas cinta yang datang tiba-tiba,
bahkan hujan pernah menemani sepanjang hari.
Butir-butir
air bening berjatuhan dari atas ke bawah terbawa gravitasi. Eloknya rintik
tiada yang menandingi hingga menyentuh perasaan. Awan, hujan, bumi dan langit
telah menyatu bersatu padu membentuk ironi keindahan. Membawa kalbu menuju pulau
kapuk penuh harapan atau rintihan. Nyanyian merdu air seakan menjadi lagu
penghantar, dan perlahan-lahan mulai hillang.