Malam ini aku ingin bercerita
tentang seorang pemuda. Ia bernama Jae Ha, namun ia lebih suka disapa dengan
Ji. Ji seorang pemuda tampan berkulit putih, berbadan kurus dan tinggi.
Senyumnya polos dan penuh tanya. Ji ialah anak kedua dari tiga bersaudara,
kakaknya laki-laki berwibawa dan adik perempuan yang lugu. Sampai saat ini Ji
adalah seseorang yang selalu ada untukku. Kapan pun dan dimana pun. Aku pun tak
pernah habis bersyukur kepada Tuhan atas kehendaknya mempertemukanku dengannya.
Tahun lalu aku adalah teman dekat
kakaknya, dekat seperti tulang dan nadi. Pada malam purnama waktu itu, bencana
dahsyat terjadi dan memisahkan aku dengan kakak. Aku dan kakak adalah pasangan
serasi yang selalu didukung oleh orangtua dan saudara, bahkan teman dan
sahabat-sahabat yang pernah ada. Kita saling memahami dan mengerti satu sama
lain. Kita memulai dari nol atas kesuksesan yang akhirnya tercapai. Tidak ada
hal yang perlu dikhawatirkan dan diragukan, kesemuanya berjalan dengan natural
dan tulus. Namun sebelum ikatan resmi itu terjadi, ternyata ketulusan itu pergi
meninggalkan.
Setelah kepergiannya, Ji selalu
berada disampingku, mendorongku, membangkitkanku dan menemani hari-hariku.
Kebaikan Ji tidak pernah bisa aku balas dengan sepantasnya. Sampai saat ini Ji
adalah seorang pemuda yang paling penting dihidupku. Waktunya, usahanya,
pengorbanannya adalah hal yang paling berharga untukku. Ji selalu
memprioritaskan aku dalam setiap waktunya. Selalu membantuku disaat aku berada
dalam masa sulit. Selalu menemani disaat aku merasa sepi. Selalu nyata bukan
sekedar ekspektasi. Selalu melebihi harapanku. Ji pemuda yang tanggguh dan
kerja keras. Murah hati dan tulus. Ji inginku anggap seperti adik namun
sepertinya terlalu lancang. Ji inginku anggap seperti kakak namun sepertinya
terlalu memaksa. Ji inginku anggap sebagai teman namun sepertinya menyakitkan.
Ji inginku anggap sebagai saudara namun sepertinya kemustahilan, apalagi aku
anggap sebagai pengganti seseorang yang telah pergi. Rasanya tak baik apabila
oranglain diluar sana sampai menyebutnya penghianatan. Semua posisi yang telah
ku sebutkan, Ji memilikinya untukku. Namun apakah aku dan Ji akan terus seperti
ini? rasanya aku pun ingin dia selalu disisiku.
Namun hati Ji bukanlah untukku.
Apalagi hatiku yang separuh telah pergi. Disinilah, aku mulai mengerti bahwa
keserakahan bukan hanya tentang kuasa dan materi namun, hati pun selalu ingin
menjadi serakah. Manusia memang tak
pernah merasa puas.